google

Kamis, 26 November 2009

PEMBENTUKAN ORGANISASI ADVOKAT ( Suatu Analisis berdasarkan Undang-Undang Advokat )


PEMBENTUKAN ORGANISASI ADVOKAT

( Suatu Analisis berdasarkan Undang-Undang Advokat )
oleh
Didik Maryono, SH, MH*

Pendahuluan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menuntut antara lain adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar juga menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Melalui jasa hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia.
Pada tanggal 5 April 2003 yang lalu telah lahir Undang-Undang Advokat yang merupakan payung hukum bagi seluruh Advokat di Indonesia dalam menjalankan profesinya sebagai penegak hukum. Undang-Undang Advokat telah mengamanahkan bahwa untuk meningkatkan kualitas profesi (profesional quality) dan pengawasan (controling) terhadap Advokat, maka seluruh Advokat di Indonesia harus mempunyai Organisasi Advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Advokat. Tugas dan wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang Advokat kepada Organisasi Advokat sangat besar, yaitu : (1) Melaksanakan pendidikan khusus Advokat sesuai Pasal 2 Ayat 1; (2) Mengangkat Advokat sesuai Pasal 2 Ayat 2; (3) Menyampaikan salinan surat keputusan pengangkatan Advokat kepada Mahkamah Agung dan Menteri sesuai Pasal 2 Ayat 3; (4) Melaksanakan ujian calon Advokat sesuai Pasal 3 Ayat 1 huruf f; (5) Melakukan penindakan terhadap Advokat sesuai Pasal 7 dan Pasal 8, (6) Menyampaikan Salinan Surat Keputusan Pemberhentian Advokat kepada Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan lembaga penegak hukum lainnya sesuai Pasal 9 Ayat 2; (7) Mengawasi Advokat dengan membentuk Komisi Pengawas sesuai Pasal 12; (8) Merekomendasi Advokat Asing sesuai Pasal 23 Ayat 2; (9) Menyusun Kode Etik Profesi sesuai Pasal 26 Ayat 1; (10) Membentuk Dewan kehormatan sesuai Pasal 27 Ayat 1; (11) Menyampaikan salinan buku daftar anggota kepada Mahkamah Agung dan Menteri setiap setahun sekali sesuai Pasal 29 Ayat 3; (12) Melaporkan perkembangan jumlah anggota sesuai Pasal 25 Ayat 4, dan (13) Menetapkan kantor Advokat tempat magang bagi para calon advokat sesuai Pasal 29 Ayat 5. Tugas dan wewenang organisasi advokat tersebut sesuai Pasal 32 Ayat 3 Undang-Undang Advokat, sementara dijalankan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).
Permasalahan adalah sebagai berikut: (1) apa yang dimaksud dengan Organisasi Advokat ? (2) Bagaimana cara atau prosedur pembentukan Organisasi Adokat ? (3) Mungkinkah Organisasi Advokat dapat dibentuk dan didirikan oleh 8 organisasi yang disebut dalam Undang-Undang Advokat ? (4) Apa akibat hukumnya apabila organisasi advokat sesuai amanah Undang-Undang Advokat telah didirikan ?
Pembahasan dan Analisis
Pengertian Organisasi Advokat
Undang-Undang Advokat tidak merinci apa yang dimaksud organisasi, tetapi menentukan bahwa “Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat, dimana susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.”
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Advokat. Undang-Undang Advokat membedakan antara Advokat Indonesia dan Advokat Asing, dimana yang dimaksud dengan Advokat Indonesia adalah Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat Undang-Undang Advokat terbit, sedangkan yang dimaksud Advokat Asing adalah advokat berkewarganegaraan asing yang menjalankan profesinya di wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan persyaratan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilarang membukat kantor di Indonesia.
Dengan demikian maka organisasi advokat yang dimaksud oleh Undang-Undang Advokat harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) harus satu wadah berarti wadah tunggal, (2) harus mempunyai susunan organisasi (struktur organsisasi) yang jelas, (3) harus mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, (4) harus tunduk dan didirikan sesuai Undang-Undang Advokat, (5) yang berhak untuk mendirian hanyalah para Advokat Indonesia, (6) didirikan antara tanggal 5 April 2003 s/d 5 April 2005 (7) didirikan dimana saja asal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (8) tidak ada pembatasan minimal jumlah para Advokat dalam pendirian Organisasi Advokat.
Pembentukan Organisasi Advokat
Undang-Undang Advokat mendelegasikan kepada 8(delapan) organisasi yang didirikan sebelum Undang-Undang Advokat, yaitu untuk sementara secara bersama-sama menjalankan tugas dan wewenang Organisasi Advokat sampai dengan terbentuknya Organisasi Advokat, yaitu untuk waktu 2(dua) tahun terhitung sejak terbitnya Undang-Undang Advokat tanggal 5 April 2003 s/d tanggal 5 April 2004. Dimana 8(delapan) organisasi tersebut masing-masing didirikan pada tahun yang berbeda perhatikan tabel di bawah ini.
Tabel: Pendirian Organisasi Advokat sebelum Undang-Undang Advokat








Organisasi Didirikan
Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) 1985 di Jakarta
Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) 27 Juli 1990 di Jakarta
Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) 9 Mei 1987 di Surabaya
Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) 1988 di Jakarta
Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) 4 April 1989 di Jakarta
Serikat Pengacara Indonesia (SPI) 10 Desember 1997 di Jakarta
Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI) Juli 1993 di Jakarta
Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) 18 Februari 2003 di Semarang

Sumber: Pusat Data Hukumonline (www.hukumonline.com)

Dengan demikian 8(delapan) organisasi advokat tersebut adalah:
(1) organisasi yang diakui oleh Undang-Undang Advokat sebagai organisasi yang didirikan sebelum Undang-Undang Advokat tersebut terbit,
(2) berhak menjalankan tugas dan wewenang sebagai organisasi advokat yang diberikan oleh Undang-Undang Advokat tersebut yang sifatnya sementara yaitu sampai dengan terbentuknya organisasi advokat berdasarkan Undang-Undang Advokat,
(3) tidak diberi kewenangan untuk menyesuaikan atau membentuk Organisasi Advokat karena yang berhak untuk menjadi anggota advokat adalah setiap advokat bukan organisasi advokat,
(4) para advokat yang berhak untuk menentukan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi,
(5) suatu isyarat oleh Undang-Undang Advokat namun tidak secara tegas, yaitu untuk mengkonsulidasikan anggota-anggotanya untuk membentuk organisasi advokat yang diamanahkan Undang-undang Advokat, karena mau tidak mau, suka tidak suka pada tanggal 5 April 2005, tugas dan wewenang organisasi advokat tidak dapat lagi dijalankan dan mengatur organisasi advokat.
Dalam Undang-Undang Advokat ditentukan bahwa organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Advokat dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat, dimana mengenai susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Dengan demikian Organisasi Advokat:
(1) harus bebas dan mandiri;
(2) harus mempunyai maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat, dan (3) harus mempunyai susunan organsisai yang ditentukan oleh para Advokat dalam anggaran dasar maupun anggaran rumah tangga.
Suatu organisasi harus mempunyai konstitusi sebagai rule of the game yaitu anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, dimana dalam anggaran dasarnya setidak-tidaknya harus mengatur tentang: nama organisasi, tempat kedudukan mulai dari pusat, daerah, dan cabang, jangka waktu pendirian, maksud dan tujuan organisasi, harta kekayaan organisasi, struktur organsiasi yang terdiri dari rapat/forum dalam pengambilan keputusan organisasi, rapat/forum pertanggungjawaban organisasi, kepengurusan, pengawasan, penasehat, sanksi bagi pengurus maupun bagi anggota organisasi, pengubahan/penambahan anggaran dasar organisasi, dan pembubaran organisasi.

a. Cara Pembentukan Organisasi Advokat

Undang-Undang Advokat tidak menentukan tentang kriteria jumlah para advokat maupun tempat cara-cara pembentukan Organisasi Advokat, dan hanya ditentukan bahwa mengenai susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Dengan demikian organisasi advokat dapat dibentuk oleh para advokat Indonesia yang dituangkan dalam anggaran dasar sebagai konstitusi organisasi dan sebagai pelaksanaan dari anggaran dasar harus ada anggaran rumah tangga, yang harus dituangkan dalam akta, baik secara bawah tangan maupun othentik. Opsi tersebut harus dipilih dengan mempertimbangkan fungsi dan tugas serta wewenang yang begitu besar yang harus diemban oleh organisasi advokat.

b. Pendaftaran pada Pengadilan Negeri di wilayah Kedudukan Organisasi
Undang-Undang Advokat tidak mengharuskan anggaran dasar organisasi advokat didaftaran di Pengadilan Negeri setempat, akan tetapi karena tugas dan kewenangan yang begitu besar yang diberikan oleh Undang-Undang Advokat, maka pendaftaran di Pengadilan Negeri itu mempunyai nilai yang baik demi legalitas keberadaan organisasi advokat, dan untuk mengantisipasi dari segala tuntutan/gugatan beserta akibat hukumnya yang mungkin saja dikemudian hal itu akan timbul, baik dari dalam organisasi (intern) maupun dari luar organisasi (ekstern).
c. Pengumuman Pendirian Organisasi Advokat
Agar supaya diketahui oleh setiap orang, maka sudah selayaknya apbila suatu organisasi diumumkan baik melalui iklan dalam sebuah media massa maupun dalam iklan resmi dalam Berita Negara Republik Indonesia. Jika setelah diumumkan tidak ada pihak-pihak yang berkeberatan atau menyangkal, maka tidak ada halangan/hambatan bagi organisasi untuk menjalankan semua ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan yang berlaku. Suatu berkeberatan dapat saja diajukan tetapi berdasarkan alasan-asalan yang menurut hukum dibenarkan dan apabila ternyata keberatan itu tidak ada relevansinya dengan hukum yang mengatur organisasi advokat, maka keberatan itu tidak dapat diterima (diabaikan). Jika ada pihak yang tetap mempermasalahkan, maka tidak ada jalan lain terkecuali pihak yang bersangkutan harus mengajukan gugatan melalui Pengadilan.

Peluang Pembentukan Organisasi Advokat oleh 8(delapan) Organisasi yang disebut dalam Undang-Undang Advokat
Dalam Undang-Undang Advokat ditentukan, bahwa Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Adokat dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat serta susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Dengan demikian, yang berhak untuk membentuk organisasi advokat adalah para advokat, sehingga sangatlah sulit apabila organisasi advokat dibentuk oleh 8 organisasi yang sudah ada sebelum Undang-Undang Advokat, hal itu dikarenakan :
Undang-Undang Advokat telah memberikan label bahwa 8 organisasi merupakan organsasi lama yang dibentuk tidak berdasarkan Undang-Undang Advokat.
Undang-Undang Advokat telah memberikan tugas dan wewenang kepada 8 organisasi tersebut secara bersama-sama untuk menjalankan Organisasi Advokat sampai terbentuknya wadah tunggal Orgnasisasi Advokat sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang Advokat.
Apabila 8 organisasi tersebut hendak membentuk organisasi advokat ada mekanisme harus ditempuh oleh masing-masing organisasi, yaitu mengubah anggaran dasarnya untuk disesuaikan dengan Undang-Undang Advokat, namun demikian ada kendala karena tidak ada satu pasalpun dalam Undang-Undang Advokat yang memerintahkan kepada 8 organisasi tersebut untuk menyesuaikan dengan Undang-Undang Advokat, dan jika disesuaikan jelas tanggal pendiriannya tetap mengacu pada tanggal pendirian 8 organisasi tersebut yang nota bene didirikan sebelum Undang-Undang Advokat, padahal Undang-Undang Advokat memberikan waktu untuk membentuk Organisasi Advokat hanya 2 tahun, yaitu terhitung mulai dari tanggal 5 April 2003 s/d 5 April 2005.
Cara lain yang dapat ditempuh adalah masing-masing membubarkan diri, baru masing-masing membentuk Organisasi Advokat sesuai Undang-Undang Advokat kemudian membentuk pula wadah federasinya, namun hal itu sulit bahkan sangat tidak mungkin dilakukan karena adanya kendala yaitu :
Perlu diingat bahwa 8 organisasi tersebut justru diberi tugas dan wewenang oleh Undang-undang Advokat untuk menjalankan Organisasi Advokat berdasarkan Undang-Undang Advokat sampai terbentuk Organisasi Advokat, maka jika pembubaran organisasi dilakukan akan terjadi kekosongan kekuasaan dan kekosongan hukum dalam suatu organisasi yang sangat berbahaya bagi Organisasi Advokat, karena bagaimanapun 8 organisasi advokat yang disebut dalam Undang-Undang Advokat pada akhirnya harus mempertanggungjawabkan terhadap segala tindakan yang telah dijalankan dan menyerahkan tugas dan wewenanya kepada organisasi advokat yang telah terbentuk berdasarkan Undang-Undang Advokat.
Jika 8 organisasi advokat yang disebut dalam Undang-Undang Advokat tetap berkeinginan mempertahankan organisasi masing-masing, maka cara yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut :
masing-masing organisasi harus mengadakan pembahasan untuk menentukan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta peraturan organisi yang harus memungkinkan untuk dapat menjadi federasi (harus singkron dengan federasi), karena anggota yang harus urus adalah homogen yaitu para adavokat, tidak hiterogen seperti Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).
Setelah masing-masing organisasi dapat membentuk anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta peraturan organisi, maka masing-masing harus munas atau membawa ke forum untuk meminta persetujuan anggota dalam rangka membentuk organisasi federasi advokat.
Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta peraturan organisasi Federasi harus disesuaikan dengan anggaran rumah tangga serta peraturan masing-masing dari 8 organsisai yang ada, karena yang menjalankan kewenangan organisasi advokat berada ditangan federasi dan Undang-Undang Advokat tidak memberikan kepada organasi advokat untuk memecat organisasi, tetapi yang akan mendapatkan dampak secara langsung adalah para advokat yang esistensinya berada dibawah naungan masing-masing organisasi yang berada dalam federasi.
Dengan demikian apakah hal ini dapat memungkinkan menggunakan nama masing-masing organisasi tersebut atau memakai nama baru, alternatif ini juga tidak mudah untuk diwujudkan.
Akibat Hukum Berdirinya Organisasi Advokat sesuai Amanah Undang-Undang Advokat
Setelah Undang-Undang Advokat tersebut berlaku, maka pada tanggal 6 September 2003 bertempat di Hotel Marcopolo Bandar Lampung, telah diadakan musyawarah Advokat se Propinsi Lampung telah menyetujui untuk membentuk wadah tunggal organisasi advokat dan membentuk Tim Formatur untuk menyusun anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Tim Formatur telah berhasil menyelesaikan anggaran dasar dan memberi nama organisasi advokat tersebut dengan nama Persaturan Advokat Indonesia (Peradin). Anggaran Dasar tersebut dinyatakan dalam akta Notaris Soekarno, SH di Bandar Lampung tanggal 15 Nopember 2003, dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 9 Januari 2204 Nomor 3, dimuat dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004.
Berdirinya Peradin tersebut sebenarnya mempunyai implikasi sangat luas karena menutup peluang untuk didirikannya organisasi advokat yang kedua setelah Peradin, karena Undang-Undang Advokat hanya mengamanahkan satu wadah tunggal. Pro kontra di kalangan para advokat mulai timbul, mengenai sah tidaknya berdirinya Peradin. Secara yuridis pendirian Peradin sah, karena tidak ada satupun pasal dalam Undang-Undang Advokat yang bertentangan dengan pendirian Peradin bahkan memang pendiran Peradin merupakan amanah Undang-Undang Advokat, tetapi harus diakui secara fakta bahwa Peradin memang belum dapat menyatukan seluruh para advokat di Indonesia. Dalam hal ini seharusnya justru menjadi motifasi untuk mewujudkan organisasi advokat sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang Advokat. Tidak ada alasan yuridis yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk menolak Peradin, kalaupun ada itu hanya sebatas nama dan ketentuan-ketentuan dalam Anggaran Dasar Peradin, yang sebenarnya jika dikehendaki semua itu dapat saja diubah melalui mekanisme yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar Peradin.
Walaupun Peradin telah terbentuk, tetapi dalam kenyataannya belum dapat menyatukan seluruh para advokat di Indonesia. Hal ini dikarenakan 8 organisasi advokat yang disebut dalam Undang-Undang Advokat melalui forumnya yang dinamakan Komite Kerja Advokat Indonesia, sementara masih menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai organisasi advokat dan belum memotivasi seluruh advokat di Indonesia untuk menerima Peradin sebagai wadah tunggal organisasi advokat, bahkan ada keinginan yang cenderung untuk membentuk organisasi advokat dengan bentuk federasi.
P e n u t u p
Kesimpulan
Dari pembahasan dan analisis tersebut dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
Organisasi advokat yang dimaksud oleh Undang-Undang Advokat harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) harus satu wadah berarti wadah tunggal, (2) harus mempunyai susunan organisasi (struktur organsisasi) yang jelas, (3) harus mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, (4) harus tunduk dan didirikan sesuai Undang-Undang Advokat yaitu antara tanggal 5 April 2003 s/d 5 April 2005, (5) harus didirikan oleh para Advokat Indonesia.
Pembentukan Organisasi advokat hanya dapat dibentuk oleh para advokat Indonesia dan harus dituangkan dalam anggaran dasar sebagai konstitusi organisasi dan sebagai pelaksanaan harus ada anggaran rumah tangga. Anggaran dasar harus dibuatkan akta baik secara bawah tangan maupun othentik. Opsi tersebut harus dipilih dengan mempertimbangkan fungsi dan tugas serta wewenang yang harus diemban oleh organisasi advokat, maka lebih baik didaftarkan pada Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Organisasi yang telah ada yaitu sebanyak 8 organisasi yang diakui dan telah ada sebelum Undang-Undang Advokat sangat tidak mungkin untuk membentuk Organissi Advokat karena 8 organisasi tersebut sementara telah diberi tugas dan wewenang secara bersama-sama harus menjalankan Organisasi Advokat sampai terbentuknya wadah tunggal Orgnasisasi Advokat sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang Advokat, dan harus mempertanggungjawabkan atas tugas dan wewenang yang telah dijalankan serta harus mengadakan serah protokol terima kepada organisasi advokat yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Advokat.
Berdirinya organisasi advokat yang bernama Peradin tidak ada satupun pasal dalam Undang-Undang Advokat yang dilanggar. Peradin sesuai dengan apa yang diamanahkan oleh Undang-Undang Advokat, walaupun berdasarkan fakta Peradin belum berskala nasional, namun tetap mempunyai implikasi yaitu menutup peluang untuk didirikannya organisasi advokat yang kedua setelah Peradin, karena Undang-Undang Advokat hanya mengamanahkan satu wadah tunggal.
Saran
Janganlah kita membuat interpretasi Organisasi Advokat jika tidak sesuai dengan apa yang diamanahkan oleh Undang-Undang Advokat, karena berdasarkan Pasal 28 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-Undang Advokat telah menentukan, bahwa Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat dengan susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Pembentukan Organisasi Advokat sebaiknya dinyatakan dalam akta othentik (akta notaris), didaftar di Panitera Pengadilan Negeri setempat, dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia untuk menjaga akuntabilitas pengurus organisasi.
Mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan kolompok, golongan atau pribadi merupakan sikap yang paling terpuji, hilangkan egoisme, bedialog dan berdiskusi, saling nasehat dan menasehati, dan merespon segala sesuatu secara bottom up tetapi ide-ide dapat dicetuskan secara top down, mudah-mudahkan semua permasalahan dapat diselesaikan sebagai baik dan tuntas sehingga akan mendapatkan masukan yang komprehensip dalam mewujudkan terbentuknya wadah tunggal Orgnasisasi Advokat sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang Advokat, dan sekaligus tetap menjaga persatuan dan kesatuan serta kebersamaan demi kepentingan seluruh Advokat di Indonesia. Dengan demikian untuk meyatukan seluruh advokat dalam satu organisasi, maka harus ada media yaitu apabila telah organisasi yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Advokat sebagusnya dijadikan motor untuk mewujudkan apa yang telah diamanahkan oleh Undang-Undang Advokat.
Peradin seharusnya dijadikan solusi untuk memotivasi menyatukan seluruh para advokat di Indonesia, agar apa yang dianamahkan Undang-Undang Advokat dapat ditunaikan, yaitu meningkatkan kualitas dan profesionalisme seluruh para Advokat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar